Tuesday, 4 July 2023

Geser Dolar AS, India Mulai Gunakan Yuan China untuk Bayar Minyak Rusia

Geser Dolar AS, India Mulai Gunakan Yuan China untuk Bayar Minyak Rusia

Geser Dolar AS, India Mulai Gunakan Yuan China untuk Bayar Minyak Rusia




Seorang pegawai Bank of China di Hong Kong memperlihatkan lembaran baru uang 100 yuan (US$15,7) kepada para fotografer (12/11). (AP/Kin Cheung)






Pemerintah India telah mulai menggunakan mata uang yuan China untuk membayar sejumlah impor minyak dari Rusia, menggantikan dolar AS yang selama ini digunakan sebagai alat tukar.







Dua sumber lainnya mengatakan, setidaknya dua dari tiga penyulingan swasta India juga membayar beberapa impor Rusia dengan mata uang China.


"Beberapa penyuling membayar dalam mata uang lain seperti yuan jika bank tidak mau menyelesaikan perdagangan dalam dolar," kata sumber pemerintah India yang tidak disebutkan namanya.


Sumber tidak menyebutkan berapa banyak minyak Rusia yang telah dibeli oleh penyuling India dengan yuan, menambahkan bahwa Indian Oil telah membayar dalam renminbi - mata uang resmi China - untuk beberapa kargo.


India menjadi salah satu negara yang menentang tindakan sanksi terhadap Moskow yang diadopsi oleh Barat sebagai tanggapan atas konflik di Ukraina.


Meskipun New Delhi memutuskan untuk tidak ikut bergabung dengan negara-negara yang menjatuhkan sanksi dan pembatasan, bank dan lembaga keuangan India tetap berhati-hati dalam melakukan pembayaran kliring untuk mengindari tindakan lain yang diperkenalkan terhadap Rusia.


Pada 5 Desember 2022, UE, negara-negara G7, dan Australia telah memperkenalkan batas harga 60 dolar AS per barel untuk ekspor minyak lintas laut Rusia. Mekanisme tersebut melarang perusahaan Barat untuk menyediakan asuransi dan layanan lain kepada pengirim minyak Rusia kecuali jika kargo dibeli di atau di bawah harga yang ditetapkan.


Tindakan serupa yang menargetkan ekspor minyak mulai berlaku pada 5 Februari 2023. Ini menetapkan harga produk minyak sulingan yang diimpor dari Rusia sebesar 100 dolar AS per barel untuk solar dan 45 dolar AS per barel untuk bahan bakar minyak. Langkah-langkah tersebut bertujuan memotong pendapatan energi Moskow.


Rusia mengalihkan pasokan ke Asia dan tujuan lain sebagai tanggapan atas sanksi, yang telah memaksa Moskow dan pelanggannya mencari alternatif selain dolar untuk menyelesaikan pembayaran.


Menurut Reuters, kilang India juga telah menyelesaikan beberapa pembayaran non-dolar untuk minyak Rusia dalam dirham UEA.


Ekspor minyak Rusia ke India naik ke puncak baru bulan lalu, setelah meningkat selama sepuluh bulan berturut-turut, menurut data dari perusahaan analisis komoditas Kpler.


Menurut Kpler, sebagai importir dan konsumen minyak terbesar ketiga di dunia, India telah mengambil minyak Rusia yang didiskon, dengan pengiriman harian ke negara Asia Selatan melonjak menjadi 2,2 juta barel per hari pada Juni 2023.



Berikut Daftar Negara yang Pakai Yuan, AS Ketar-Ketir



Penggunaan dolar Amerika sebagai alat pembayaran transaksi internasional semakin tergerus Yuan China.


Isu dedolarisasi ini pun kian santer menghantui Amerika. Kini, sejumlah negara mulai melirik Yuan.


Laporan peneliti Bloomberg Intelligence mencatat, selama bulan Maret kemarin penggunaan mata uang yuan dalam transaksi lintas batas China naik ke rekor 549,9 miliar dolar AS.


Lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yang hanya menduduki 434,5 miliar dolar AS.


Tak hanya itu melonjaknya popularitas yuan juga telah membuat dominasi mata uang dolar Amerika terdepak dari transaksi lintas negara (cross-border).


Dimana, Yuan menguasai 48,4 persen penggunaan mata uang dalam transaksi global.


Lonjakan ini terjadi setelah China gencar mempromosikan penggunaan yuan dalam perdagangan lintas negara sebagai bagian dari upaya internasionalisasi penggunaan mata uangnya.


Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen bahkan turut mengakui dominasi yuan yang mulai menguat, hingga berpotensi mengancam popularitas dolar Amerika di perdagangan internasional.


"Yuan belakangan dinilai sebagai alat yang sangat efektif. Tentu saja, hal itu menimbulkan keinginan China, Rusia, Iran untuk mencari alternatif. Namun potensi tersebut dapat merusak hegemoni dolar dan memicu risiko terkait dengan peran dolar dari waktu ke waktu."kata Yellen.


Berikut daftar negara yang mulai beralih menggunakan mata uang yuan untuk perdagangan dan transaksi internasional, seperti yang dilansir dari Business Insider.



1. Rusia



Negara beruang merah ini menggunakan yuan China untuk transaksinya, setelah sejumlah perbankan di Moskow mulai menghadapi sanksi Barat atas invasi Ukraina.


Imbas sanksi tersebut lebih dari 640 miliar USD cadangan mata uang asing Rusia dibekukan oleh pembatasan perdagangan Amerika.


Tekanan tersebut kian diperparah dengan sanksi larangan bank Rusia untuk mengakses SWIFT, layanan perpesanan yang memungkinkan bank di seluruh dunia berkomunikasi tentang transaksi lintas batas.


Alasan ini yang kemudian membuat Rusia mulai meninggalkan dolar dan beralih yuan yang dianggap sebagai mata uang yang ramah.


Per 10 April 2023, bank sentral Rusia mencatat negaranya telah membeli mata uang China senilai 41,9 miliar rubel.


Di pasar valuta asing Rusia, perdagangan rubel-yuan bahkan telah menyumbang 39 persen dari total volume perdagangan, bahkan melampaui pangsa dolar rubel yang hanya menduduki 34 persen.



2. Brasil



Negara satu ini menjadi yang paling vokal mendukung penggunaan mata uang yuan dalam perdagangan internasional.


Bahkan di akhir tahun 2022 lalu, dominasi yuan telah melampaui euro dan dolar dalam cadangan devisa Brasil.


Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Brasil (Apex Brasil) mengatakan lonjakan dominasi yuan terjadi setelah China menjadi mitra dagang terbesar Brasil. Terhitung lebih dari seperlima dari semua impor Brasil berasal dari negeri tirai bambu China.



3. Bangladesh



Dominasi yuan di Bangladesh menguat, usai negara ini melangsungkan kontrak kerjasama pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir dengan Rusia pada April kemarin.


Dengan membayarkan yuan senilai 318 juta USD, nantinya Rusia akan membangun pembangkit listrik terbesar di Bangladesh yang diklaim dapat menghasilkan listrik sebesar 2.400 megawatt.


"Karena sanksi terhadap bank Rusia, kami tidak dapat memproses pembayaran dalam dolar AS. Rusia meminta kami untuk menyelesaikan pembayaran dalam mata uang mereka, rubel, tetapi itu tidak memungkinkan. Jadi kami berdua memilih yuan," Uttam Kumar Karmaker, sekretaris Divisi Hubungan Ekonomi (ERD) kementerian keuangan Bangladesh.



4. Argentina



Mengikuti jejak yang lainnya, Argentina kini mulai menggunakan mata uang China, yuan untuk transaksi impor dari Negeri Tirai Bambu itu.


Menteri Ekonomi Argentina Sergio Massa menyatakan, langkah ini dilakukan untuk menekan cadangan dolar negara yang belakangan semakin menipis akibat penurunan tajam pada hasil ekspor pertanian.


Penggunaan mata uang sebagai alat transaksi sebenarnya telah lama diadopsi Argentina, tepatnya pada November 2022 lalu negara ini menukarkan mata uangnya dengan China sebanyak 5 miliar USD.


Hal ini dilakukan dengan dalih untuk memperkuat cadangan devisa Argentina. Pasca kebijakan tersebut diterapkan total transaksi impor selama dengan yuan selama bulan April telah naik menjadi 1 miliar USD.’



5. Iran



Sama seperti Rusia, negara ini mulai beralih menggunakan yuan usai tahun 2018 silam Amerika menjatuhkan sanksi ekonomi kepada pemerintah Iran akibat kepemilikan bubuk nuklir yang melebihi batas aman.


Sejak saat itu bank-bank Iran dilarang untuk mengakses layanan Swift. Tekanan tersebut yang kemudian mendorong Pemerintah Iran untuk untuk meninggalkan mata uang dolar dan mencari sistem pembayaran alternatif dalam perdagangan internasionalnya,


"Yuan sudah menyumbang sebagian besar perdagangan antara kedua belah pihak. Namun, proses penggunaan mata uang China perlu dilonggarkan, dan Bank Sentral Iran sedang bernegosiasi dengan China untuk mengatasi masalah tersebut," jelas menteri ekonomi Iran kata Ehsan Khandouz.


Selain yuan, belakangan Iran juga telah menyatakan keterbukaannya terhadap sistem pembayaran Rusia, yakni Sistem Transfer Pesan Keuangan.







































































No comments: